Tayangan halaman minggu lalu

Kamis, 17 Maret 2016

Upacara Ruwatan

Salam budaya,
Pada kesempatan ini saya akan mengulas tentang tradisi upacara ruwatan yang sering dilakukan oleh sebagian orang Jawa. Upacara ruwatan merupakan upacara khas Agami Jawi yang dimaksudkan untuk melindungi anak-anaknya terhadap bahaya-bahaya ghaib yang disimbolisasikan pada tokoh Bathara Kala. Anak (orang) yang harus diruwat adalah mereka yang nandang sukerta atau memiliki dosa sehingga harus diruwat agar hilang sialnya sehingga dapat hidup bahagia. Anak sukerta dianggap menjadi mangsanya Bathara Kala sehingga sang anak perlu diruwat dengan pertunjukan wayang yang menampilkan Lakon Murwakala. Ada beberapa lakon yang sering dipentaskan pada pertunjukan wayang upacara ruwatan, yaitu Lakon Murwakala, Lakon Kala Takon Bapa, dan Lakon Sudamala. 

Dalam tradisi Jawa, orang sukerta dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu:
  1. ontang-anting; yaitu anak tunggal laki-laki atau perempuan.
  2. gedhana-gedhini; yakni dua orang anak sekandung terdiri dari satu laki-laki dan satu perempuan.
  3. sendhang kapit pancuran; tiga orang anak terdiri atas yang sulung dan bungsu laki-laki, sedangkan anak nomer dua adalah perempuan.
  4. pancuran kait sendhang; tiga orang anak terdiri atas yang sulung dan bungsu perempuan, sedangkan anak nomer dua adalah laki-laki.
  5. saramba; empat orang anak laki-laki semua.
  6. srimpi; empat orang anak semuanya perempuan.
  7. kembang sepasang; yaitu dua orang anak yang semuanya perempuan.
  8. uger-uger lawang; dua bersaudara semuanya laki-laki.
  9. bule; yaitu anak yang dilahirkan dengan kulit dan rambut putih.
  10. dan sebagainya.
Sebenarnya masih banyak golongan anak yang masuk ke dalam kategori sukerta, akan tetapi maaf saya belum bisa menuliskan semuanya. Seiring perkembangan jaman, sekarang ini sudah tidak banyak masyarakat Jawa yang masih mengadakan ruwatan untuk anak mereka.
Pertunjukan wayang pada ritual ruwatan sering kali disertai dengan sesaji-sesaji yang sangat banyak dan bervariatif, di antaranya:
  1. jarik werna pitu; yaitu poleng, lereng, lurik, dan sebagainya.
  2. tumpeng werna pitu; yaitu tumpeng robyong, tumpeng kendhit, tumpeng rajek wesi, dan sebagainya.
  3. kewan sejodho atau sepasang, misalnya bebek sepasang, lele sepasang, ayam sepasang, burung dara sepasang, dan masih banyak lagi.
  4. Mori (kain putih) sepanjang tujuh meter.
  5. Kembang setaman.
  6. jajanan pasar, dan masih banyak lagi.
Hal lain yang perlu diketahui bahwa tidak semua dalang berani atau boleh menjadi dalang pengruwatan, bagaimanapun juga dalang pengruwatan merupakan sebuah kewajiban suci yang bertanggungjawab sebagai media mensucikan pihak lain. Oleh karena itu, ada beberapa syarat utama yang harus dipenuhi oleh seorang dalang jika ingin menjadi dalang pengruwatan, yaitu: (1) dia harus keturunan dalang; (2) dalang tersebut harus sudah tua; (3) dalang harus sudah menikahkan anaknya; dan (4) pastinya seorang dalang pengruwatan harus senantiasa berbuat baik dan jujur. Itulah beberapa syarat yang dipercaya oleh sebagian kalangan para dalang di Surakarta.
Begitulah kira-kira sekilas tentang upacara ruwatan yang sedikit banyak masih dipercaya oleh masyarakat Jawa. Terlepas dari percaya atau tidak, tetapi secara pribadi saya menggaris-bawahi bahwa upacara ruwatan adalah sebuah ekspresi budaya yang merepresentasikan realitas nilai Jawa. Nilai itu tidak lain adalah nilai religius yang bertumpu atas kedamaian dan ketentraman. Oleh karena itu, selayaknya nilai yang sedemikian mulia ini patut untuk dihargai sehingga tidak pandang sebelah mata begitu saja.
Pada akhirnya saya berharap tulisan ini bermanfaat bagi sahabat-sahabat budaya yang ingin mengetahui tentang upacara ruwatan. Saran dan masukkan yang membangun selalu saya nanti.  Terimakasih. Sampai jumpa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar