Tayangan halaman minggu lalu

Sabtu, 19 Maret 2016

Tokoh Wayang Arjuna

Salam budaya,
Pada kesempatan ini saya ingin berbagi pengetahuan mengenai tokoh wayang yang cukup populer, yaitu Arjuna. Tokoh yang merupakan bagian dari Pandawa ini cukup terkenal dibandingkan dengan tokoh lainnya atau bahkan dengan keempat saudaranya. Kepopulerannya tidak lain oleh karena ketampanan dan kesaktiannya yang istimewa. Bahkan dalam suatu cerita, yakni Arjuna Wiwaha: Tokoh Arjuna menjadi seorang pertapa (pendeta) yang sangat sakti. Suatu ketika Kahyangan Suralaya kedatangan raseksa Prabu Newatakaca yang berniat mengawinni Bathari Supraba. Dewa mencoba menghentikannya, tetapi apa daya semuanya kalah. Pada akhirnya, dewa meminta bantuan pada Arjuna. Dia kemudian berhasil membunuh raseksa tersebut dan memperoleh anugerah berupa pusaka sakti dan bidadari-bidadari yang cantik.
Kesaktian Arjuna tidak lain oleh karena ia memiliki beberapa pusaka sakti pemberian para dewa, antara lain:
1. Pulanggeni
2. Sarotama
3. Pasoepati
4. Dan lain-lain.
Selain sakti, Arjuna juga dikenal sebagai tokoh yang tampan. Bahkan oleh sebagian orang, ketampanan Arjuna sering dipakai sebagai simbol lelaki yang istimewa dan sempurna. Oleh karena itu, Arjuna juga disebut sebagai "lelananganing jagat." Dengan demikian, tidaklah mengherankan jika dalam pewayangan Arjuna memiliki banyak istri yang cantik nan jelita, antara lain:
1. Sembadra
2. Srikandi
3. Supraba
4. dan masih banyak lagi.
Selain itu kita juga perlu mengetahui bahwa Arjuna memiliki banyak nama, yaitu:
1. Janaka
2. Permadi
3. Parta
4. Kumbang Ali-Ali
5. Indra Tanaya
6. dan sebagainya.
Arjuna juga dipandang memiliki karakter yang bijaksana. Dia adalah kesatria yang senantiasa menumpas angkara murka demi terciptanya dunia yang aman dan tentrem. Maka sering kali Arjuna oleh sebagian orang dianggap sebagai figur favorit yang dibanggakan.
Dalam beberapa kisah, Arjuna juga diceritakan sering menerima wahyu atau anugerah dari Sang Kuasa. Misalnya Wahyu Makutharama yang dianggap sebagai wahyu kerajaan. Pencapaian ini tidak lain karena Arjuna gemar bertapa dan berdoa terhadap Sang Pencipta. Maka tidak mengherankan jika ia akhirnya memperoleh anugerah'Nya.
Arjuna dalam kehidupannya sangat akrab dan sangat dekat dengan saudaranya yaitu Prabu Kresna raja di Dwarawati. Mereka sering pergi bersama-sama dan saling melengkapi. Kresna adalah pembimbing bagi Arjuna. Jika kita mengintip cerita Baratayuda Jayabinangun, keberhasilan Arjuna sebagai senapati hingga mampu membunuh senapati lawan dengan begitu gagahnya tidak lain juga karena petunjuk dan arahan dari Kresna.
Mungkin itu saja yang saat ini sempat saya tulis. Mungkin di waktu lain akan saya tambah lagi ulasannya sehingga cukup menambah pengetahuan dasar tentang pengenalan tokoh Arjuna. Jika ada yang ingin menambahkan atau mengoreksi silahkan. Terimakasih. Salam budaya.

Nb: Foto Arjuna saya ambil dari blog Abiyyi.

Kamis, 17 Maret 2016

Upacara Ruwatan

Salam budaya,
Pada kesempatan ini saya akan mengulas tentang tradisi upacara ruwatan yang sering dilakukan oleh sebagian orang Jawa. Upacara ruwatan merupakan upacara khas Agami Jawi yang dimaksudkan untuk melindungi anak-anaknya terhadap bahaya-bahaya ghaib yang disimbolisasikan pada tokoh Bathara Kala. Anak (orang) yang harus diruwat adalah mereka yang nandang sukerta atau memiliki dosa sehingga harus diruwat agar hilang sialnya sehingga dapat hidup bahagia. Anak sukerta dianggap menjadi mangsanya Bathara Kala sehingga sang anak perlu diruwat dengan pertunjukan wayang yang menampilkan Lakon Murwakala. Ada beberapa lakon yang sering dipentaskan pada pertunjukan wayang upacara ruwatan, yaitu Lakon Murwakala, Lakon Kala Takon Bapa, dan Lakon Sudamala. 

Dalam tradisi Jawa, orang sukerta dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu:
  1. ontang-anting; yaitu anak tunggal laki-laki atau perempuan.
  2. gedhana-gedhini; yakni dua orang anak sekandung terdiri dari satu laki-laki dan satu perempuan.
  3. sendhang kapit pancuran; tiga orang anak terdiri atas yang sulung dan bungsu laki-laki, sedangkan anak nomer dua adalah perempuan.
  4. pancuran kait sendhang; tiga orang anak terdiri atas yang sulung dan bungsu perempuan, sedangkan anak nomer dua adalah laki-laki.
  5. saramba; empat orang anak laki-laki semua.
  6. srimpi; empat orang anak semuanya perempuan.
  7. kembang sepasang; yaitu dua orang anak yang semuanya perempuan.
  8. uger-uger lawang; dua bersaudara semuanya laki-laki.
  9. bule; yaitu anak yang dilahirkan dengan kulit dan rambut putih.
  10. dan sebagainya.
Sebenarnya masih banyak golongan anak yang masuk ke dalam kategori sukerta, akan tetapi maaf saya belum bisa menuliskan semuanya. Seiring perkembangan jaman, sekarang ini sudah tidak banyak masyarakat Jawa yang masih mengadakan ruwatan untuk anak mereka.
Pertunjukan wayang pada ritual ruwatan sering kali disertai dengan sesaji-sesaji yang sangat banyak dan bervariatif, di antaranya:
  1. jarik werna pitu; yaitu poleng, lereng, lurik, dan sebagainya.
  2. tumpeng werna pitu; yaitu tumpeng robyong, tumpeng kendhit, tumpeng rajek wesi, dan sebagainya.
  3. kewan sejodho atau sepasang, misalnya bebek sepasang, lele sepasang, ayam sepasang, burung dara sepasang, dan masih banyak lagi.
  4. Mori (kain putih) sepanjang tujuh meter.
  5. Kembang setaman.
  6. jajanan pasar, dan masih banyak lagi.
Hal lain yang perlu diketahui bahwa tidak semua dalang berani atau boleh menjadi dalang pengruwatan, bagaimanapun juga dalang pengruwatan merupakan sebuah kewajiban suci yang bertanggungjawab sebagai media mensucikan pihak lain. Oleh karena itu, ada beberapa syarat utama yang harus dipenuhi oleh seorang dalang jika ingin menjadi dalang pengruwatan, yaitu: (1) dia harus keturunan dalang; (2) dalang tersebut harus sudah tua; (3) dalang harus sudah menikahkan anaknya; dan (4) pastinya seorang dalang pengruwatan harus senantiasa berbuat baik dan jujur. Itulah beberapa syarat yang dipercaya oleh sebagian kalangan para dalang di Surakarta.
Begitulah kira-kira sekilas tentang upacara ruwatan yang sedikit banyak masih dipercaya oleh masyarakat Jawa. Terlepas dari percaya atau tidak, tetapi secara pribadi saya menggaris-bawahi bahwa upacara ruwatan adalah sebuah ekspresi budaya yang merepresentasikan realitas nilai Jawa. Nilai itu tidak lain adalah nilai religius yang bertumpu atas kedamaian dan ketentraman. Oleh karena itu, selayaknya nilai yang sedemikian mulia ini patut untuk dihargai sehingga tidak pandang sebelah mata begitu saja.
Pada akhirnya saya berharap tulisan ini bermanfaat bagi sahabat-sahabat budaya yang ingin mengetahui tentang upacara ruwatan. Saran dan masukkan yang membangun selalu saya nanti.  Terimakasih. Sampai jumpa.


Rabu, 16 Maret 2016

Tari Gambyong Mudhatama

Salam budaya, 
Pada kesempatan ini saya ingin menulis mengenai salah satu tari yang cukup populer di Surakarta, yaitu Tari Gambyong Mudhatama. Tari gambyong sebenarnya memiliki berbagai macam jenis seperti Tari Gambyong Mudhatama, Tari Gambyong Pareanom, Tari Gambyong PKJT, dan sebagainya. Namun demikian, untuk waktu ini saya memilih Gambyong Mudhatama terlebih dahulu, dan semoga saja di waktu berikutnya saya bisa menulis materi gambyong jenis lainnya. 
Tari Gambyong Mudhatama merupakan salah satu bentuk tari putri gaya Surakarta. Tari gambyog awalnya adalah tari rakyat yang hidup di lingkungan masyarakat kecil, akan tetapi, seiiring berjalannya waktu tari gambyong kemudian masuk dan berkembang di keraton. Menurut sejarah sebagaimana ditulis oleh Sri Rochana, bahwa tari gambyong pada mulanya diambil dari nama seorang waranggana yang juga penari mahir dan lincah pada masa PB IX di Surakarta (Rochana, 2004:4).
Tari Gambyong Mudhatama merupakan tari yang disusun oleh Sunarno Purwolelono seorang dosen Jurusan Tari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta pada tahun 1989. Gerak Tari Gambyong Mudhatama terdiri dari beberapa sekaran atau gerakan tari gambyong pada umumnya, tetapi terdapat beberapa perbedaan struktur geraknya. Rasa yang ditampilkan pada Tari Gambyong Mudhatama, antara lain: kenes, tregel, luwes, kewes, prenes, dan manja. Adapun materi gendhing Tari Gambyong Mudhatama adalah Ladrang Mudhatama laras slendro pathet sanga. 
Ragam sekaran yang digunakan pada Tari Gambyong Mudhatama, antara lain: srisig, enjeran menthang sampur, entragan, kebar, tasikan, batangan, enjer tawing, laku telu, tatapan, tumpang tali, gajah ngoling, wedhi kengser, tatapan kebyak-kebyok sampur, mandhe sampur, tumpang tali glebagan, dan rog-rog asem. 
Rias dan busana yang digunakan pada tarian ini, yakni:
1. Bagian kepala: gelung gambyong, penetep, cundhuk mentul, cundhuk jungkat, giwang, kembang borokan, bangun tulak, dan sinthingan.
2. Bagian badan: angkin, sampur, kembang mlathi, bros, kalung.
3. Bagian tungkai: menggunakan kain wiron bermotif lereng.
Sedangkan rias menggunakan rias cantik dengan mempertebal garis wajah. Untuk lebih jelasnya dapat diamati pada foto berikut ini. (foto saya ambil dari Atik Setiani S.Sn, seorang alumni mahasiswa Jurusan Tari ISI Surakarta ketika Ujian Tugas Akhir).



Berdasarkan penjelasan singkat tersebut saya berharap tulisan ini dapat membantu sahabat-sahabat budaya yang ingin mempelajari tentang Tari Gambyong Mudhatama. Pada akhirnya saran dan komentarnya selalu nantikan, terimakasih.

Kepustakaan.
Sri Rochana Widyastutiningrum. Sejarah Tari Gambyong Seni Rakyat Menuju Istana. Surakarta: Citra Etnika, 2004.

Selasa, 15 Maret 2016

Tokoh Wayang Pandawa

Salam budaya,
Sebelumnya perlu saya sampaikan bahwa ini adalah artikel pertama saya dalam blog ini, semoga artikel tentang tokoh Pandawa ini nanti akan cukup membantu bagi sahabat-sahabat yang ingin mempelajarinya. Baiklah kalau begitu kita langsung saja ke materi.
Tokoh Pandawa merupakan tokoh dari epos cerita Mahabharata India, namun lebih dikenal sebagai tokoh wayang kulit di Indonesia, khususnya di Jawa. Karena sebenarnya terdapat beberapa perbedaan mendasar antara cerita Pandawa versi India dengan versi Indonesia. Akan tetapi, perbedaan ini tidak akan dibahas pada artikel ini. Semoga kesempatan selanjutnya saya bisa menulis tentang hal tersebut.
Balik lagi ke materi, Pandawa berarti lima orang laki-laki bersaudara, yang terdiri berikut ini.
     1. Puntadewa
     2. Werkudara
     3. Arjuna
     4. Nakula
     5. Sadewa
Pandawa terlahir dari satu ayah, yaitu Pandu Dewanata raja di Astina; dan dua ibu, yakni Kunthi Talibrata dan Madrim. Puntadewa, Werkudara, Arjuna dilahirkan oleh Pandu dengan Kunthi. Adapun Nakula dan Sadewa yang merupakan saudara kembar lahir dari Madrim dan Pandu.
Pandawa dikenal memiliki lebih dari satu nama, di antaranya ialah sebagai berikut.
     1. Puntadewa: Yudhistira, Dwijakangka, Darma Putra, Darma Kusuma, dsb.
     2. Werkudara: Bima, Sena, Bratasena, Bayu Siwi, dsb.
     3. Arjuna: Janaka, Parta, Kumbang Ali-Ali, Permadi, Indra Tanaya, dsb.
     4. Nakula: Pinten.
     5. Sadewa: Tansen.
Adapun penjelasan berkaitan dengan istri, anak, watak (karakter), tempat tinggal (kasatriyan), pusaka, dan lain sebagainya ialah sebaga berikut.
1. Puntadewa. Istrinya bernama Drupadi seorang putri dari Pancala. Keduanya memiliki anak bernama Pancawala. Puntadewa memiliki karakter pemimpin yang bijaksana  adil, sabar, dan jujur. Dia tinggal di Kerajaan Amarta sebagai seorang raja. Adapun pusaka yang dimilikinya ialah Kitab Kalimasada.
2. Werkudara. Dia memiliki tiga orang istri. Pernikahannya yang pertama dengan Dewi Nagagini melahirkan satu anak, yaitu Antareja. Pernikahan yang kedua dengan Dewi Arimbi menghasilkan satu orang anak bernama Gatotkaca. Pernikahan ketiga dengan Dewi Urang Ayu melahirkan anak yaitu Antasena. Werkudara dikenal sebagai figur yang berpendirian teguh, semangat, dan patuh terhadap perintah guru. Dia tinggal di Kasatriyan Jodhipati. Pusaka andalannya adalah Gada Rujakpolo dan Kuku Pancanaka.
3. Arjuna. Tokoh ini terkenal karena ketampanannya. Oleh karena itu, dia memiliki istri lebih dari satu. Istri Arjuna antara lain, yaitu: Dewi Sembadra, Dewi Srikandi, Batari Supraba, dan masih banyak lagi. Selain itu, Arjuna juga memiliki banyak anak, yakni: Abimanyu, Bambang Irawan, Prabakusuma, dan masih banyak lagi. Arjuna dikenal sebagai figur yang tenang, gemar bertapa, rajin berguru, dan ahli dalam melepaskan busur panah. Dia tinggal di Kasatriyan Madukara. Senjata yang dimilikinya, yaitu Panah Pasoepati, Keris Pulanggeni, Sarotama, Panah Ardha Dhedhali, Bramastra.
4. Nakula. Tokoh ini dalam cerita wayang tidak begitu menonjol perannya, bahkan istrinya juga tidak diceritakan. Seandainya ada itu hanya cerita tambahan yang keakuratannya sangat mungkin untuk diragukan. Dia tinggal di Kasatriyan Bumi Retawu. Salah satu keunggulan yang dimiliki oleh Nakula adalah kepandaiannya dalam memelihara hewan. 
5. Sadewa. Sebagaimana dengan Nakula, tokoh Sadewa juga tidak begitu tampak perannya. Istrinya juga tidak diketahui. Dia tinggal di Kasatriyan Sawo Jajar. Adapun keunggulan yang dimilikinya adalah ketelitiannya dalam bercocok-tanam.
Berdasarkan penjelasan tersebut saya kira sudah cukup memberikan pengertian berkaitan dengan deskripsi tokoh Pandawa. Paparan tersebut tentunya masih belum begitu sempurna, oleh karena itu saran dan kritik selalu saya nanti. Terimakasih.

Sabtu, 12 Maret 2016

Saya Mulai Ngeblog Tentang Seni

Salam budaya,
Setelah beberapa waktu saya memikirkan tentang tema apa yang akan saya gunakan pada blog baru ini, akhirnya saya telah memilih tema tentang seni khususnya seni tradisi di Indonesia. Tentunya ini akan menjadi sangat menarik, bagaimanapun juga membicarakan tentang seni berarti berkaitan dengan keindahan, apalagi seni di Indonesia yang keindahannya sudah tidak diragukan lagi. Indonesia yang memiliki aneka-ragam suku bangsa dan tradisi berarti pula bahwa di Nusantara ini terbentang berbagai macam kesenian yang luar biasa, baik itu seni rupa, seni tari, seni musik, seni teater, ataupun jenis seni lainnya.
Secara khusus blog ini akan menampilkan ulasan serta deskripsi dari berbagai macam jenis kesenian yang ada di Indonesia. Harapan saya tidak lain hanya ingin berbagi pengetahuan serta sedikit memberikan wawasan kepada pembaca tentang aneka seni di Indonesia sehingga mampu menumbuhkan rasa bangga terhadap seni tradisi Nusantara. 
Saya rasa Anda perlu sedikit mengenal tentang saya agar kepercayaan anda terhadap blog dan isi tulisan-tulisan di sini nantinya menjadi lebih besar. Saya adalah Catur Nugroho seorang seniman teater tradisi Jawa (dalang). Saya menyelesaikan pendidikan Sarjana Seni dan Magister Seni di Institut Seni Indonesia Surakarta. Dan saat ini, saya bekerja pula sebagai Dosen di Jurusan Pedalangan Institut Seni Indonesia Surakarta. 
Pada akhirnya, semoga apa yang nantinya akan saya tulis di blog Seni Indonesia ini mampu bermanfaat bagi siapapun yang membutuhkan.
Jangan lupa ikuti instagram saya @catur_dalang.