Tayangan halaman minggu lalu

Selasa, 14 Februari 2017

MENGENAL PERTUNJUKAN WAYANG ORANG (Wayang Wong)

Foto Tari Driasmara
seninesia.blogspot.com
(Penulis, Catur Nugroho)
Wayang Wong atau Wayang Orang merupakan salah satu kesenian tradisional Jawa yang dalam pertunjukannya memuat unsur kesenian tari, karawitan, dan drama. 

Sejarah Wayang Wong
Kesenian Wayang Wong muncul pada pertengahan abad ke XVIII di Kasultanan Yogyakarta dan Istana Mangkunegaran, Surakarta. Namun demikian,  apabila merujuk pada disertasi R.M Soedarsono bahwa pertunjukan Wayang Wong diperkirakan sudah ada sejak zaman Mataram-Hindu pada abad X Masehi. 
Mangkunegara I (1757-1795) merupakan pencipta Wayang Wong di Istana Mangkunegaran. Adapun pemainnya adalah para abdi di lingkungan istana. Wayang Wong di Mangkunegaran pertama kali dipentaskan untuk umum pada tahun 1760 dengan mengambil Lakon Bambang Wijanarko. Sedangkan Wayang Wong di Keraton Yogyakarta lahir pada masa kepemimpinnan Hamengku Buwana I. Dipentaskan pertama kali pada tahun 1750 dengan menampilkan Lakon Gandawardaya.

Perkembangan Wayang Wong
Perkembangan Wayang Wong di Istana Mangkunegaran mengalami kemunduran sejak surutnya pemerintahan Mangkunegara I yang kemudian digantikan oleh Mangkunegara II dan Mangkunegara III. Kedua pemimpin tersebut dipandang kurang begitu memerhatikan tentang kesenian. Baru setelah masa kepemimpinan Mangkunegara V (1881-1896) pertunjukan Wayang Wong mulai terjadi peningkatan. Beberapa aspek pertunjukan baik itu penari, kostum, lakon, rias busana, atau pun fungsi sajiannya mulai diperbaiki dan disempurnakan. Pada masa itu pula kualitas dan kuantitas pertunjukan Wayang Wong mengalami kemajuan yang signifikan. Bahkan di luar istana kemudian muncul kelompok Wayang Wong yang dipimpin oleh saudagar Cina bernama Gan Kam pada tahun 1895. Pada era kekuasaan Mangkunegara VII pertunjukan Wayang Wong semakin memperoleh perhatian dari pihak istana, yaitu ingin me-masyarakatkan Wayang Wong di luar tembok istana. Ide tersebut semakin semarak ketika pihak Keraton Surakarta, yaitu Paku Buwana X (1893-1939) ikut mendukung, yaitu dengan mementaskan pertunjukan Wayang Wong di Balekambang, Taman Sriwedari (miliki Keraton Surakarta yang didirikan tahun 1901), dan di pasar Alun-alun Utara Surakarta. Selanjutnya, untuk mendukung eksistensi pertunjukan Wayang Wong maka dibuatlah gedung di pusat Kota Surakarta, yaitu Gedung Sana Harsana. Barulah pada tahun 1922 pertunjuakan Wayang Wong mulai digelar secara komersial dan mulai masuk ke siaran radio. Pada masa-masa itu pertunjukan Wayang Wong begitu diminati oleh masyarakat di lingkungan Surakarta.
Salah satu perkembangan Wayang Wong yang cukup berarti terjadi ketika masa pemerintahan Mangkunegara V, terutama pada aspek busana atau kostum. Awalnya busana yang dikenakan oleh para pemain adalah busana wireng, tetapi akhirnya atas prakarsa Mangkunegara V mulai dibuatkan busana yang mengambil dari busana wayang purwa, seperti irah-irahan, kelat bahu, sumping, praba, dan uncal praba. 
Pada masa pemerintahan Mangkunegara VII, ketika diadakan pentas di Pendapa Mangkunegaran dengan lakon Sembadra Dados Ratu Ing Praja Nusa Tembini terjadi revolusi pemain, yang awalnya pemaing wayang orang hanya dilakukan oleh penari putra saja (meskipun memerankan tokoh putri) akhirnya dimainkan oleh penari putra dan putri.
Sejak turunnya Mangkunegara VII yang kebetulan bersamaan dengan pecahnya Perang Dunia ke II berakibat menurunnya eksistensi pertunjukan Wayang Wong.
Salah satu group atau perkumpulan yang paling tua dan profesional adalah Wayang Wong Sriwedari yang didirikan pada tahun 1911. Para pemainnya adalah abdi dari keraton, sehingga mereka juga memperoleh upah dari keraton pula. Pada masa pemerintahan Paku Buwana X Wayang Wong Sriwedari mengalami perkembangan yang pesat baik secara kuantitas maupun kualitas. Lahirnya penari-penari hebat di kalangan WO (wayang orang) Sriwedari serta dibangunnya gedung wayang orang di Sriwedari pada tahun 1928-1930 merupakan salah satu simbol kejayaan WO Sriwedari. 
Pada masa setelah kemerdekaan RI kemudian WO Sriwedari mulai dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Surakarta. Para Pemainnya mulai dialihkan sebagai pegawai pemerintah. Namun demikian, pada tahun 1980 an pertunjukan WO Sriwedari mulai mengalami kemunduran yang disebabkan oleh banyak faktor, baik internal maupun eksternal. Akan tetapi, tampaknya dewasa ini pertunjukan WO sriwedari mulai terjadi peningkatan baik secara kualitas maupun kuantitas. Tentunya, kita berharap bahwa pertunjukan Wayang Wong akan selalu eksis dan terus hidup di tengah-tengah kehidupan masyarakat pendukungnya.

Sumber Cerita Wayang Wong
Pertunjukan Wayang Wong mengambil cerita dari epos Mahabharata. Dalam perkembangannya kemudian juga mengambil cerita dari kisah Ramayana.

Struktur Pertunjukan Wayang Orang Gaya Surakarta
Struktur pertunjukan wayang orang gaya Surakarta mengacu pada pola pertunjukan wayang kulit purwa, seperti jejer, paseban njawi, budhalan, dan seterusnya. Namun karena pertunjukan wayang orang hanya pentas dalam durasi yang relatif pendek, maka hanya adegan-adegan baku saja yang ditampilkan. 

Dalam pertunjukan Wayang Wong juga terdapat peran "dalang". Kapasitas serta tugasnya tidak jauh berbeda dengan peran dalang dalam pertunjukan wayang kulit purwa, misalnya melakukan dhodhogan, sulukun, pocapan, janturan; kecuali ginem dilakukan oleh pemain (penari).

Penutup
Kira-kira demikianlah sedikit review saya tentang pertunjukan Wayang Wong. Sebenarnya masih banyak jenis Wayang Wong lainnya, tetapi tidak mungkin saya tulis di sini semua. Kesempatan yang lain akan coba saya ulas untuk materi Wayang Wong lainnya.
Seperti biasa, saran, kritik, dan sanggahan selalu menjadi bagian penting dari koreksi terhadap tulisan ini; sehingga akurasi datanya semakin valid dan mampu berguna bagi khalayak orang. Salam Budaya. Terimakasih.

Sabtu, 11 Februari 2017

KALENDER JAWA (neptu dina, pasaran, sasi, taun)

(Penulis, Catur Nugroho)
Orang Jawa dikenal sebagai salah satu suku masyarakat yang memiliki kekayaan serta kompleksitas kebudayaan yang luar biasa. Salah satunya ialah kalender Jawa. Mereka memiliki pola penghitungan kalender tersendiri yang berbeda dengan kalender Masehi, kalender Islam, kalender Cina, ataupun kalender lainnya. Meskipun memiliki beberapa persamaan di antara kalender yang sudah ada, tetapi kalender Jawa memiliki keistimewaan tersendiri. Keistimewaan ini di antaranya bahwa dalam kalender Jawa, setiap dina (hari), pasaran (pekan), sasi (bulan), dan taun (tahun) memiliki neptu atau nilai. oleh karena itu, nilai yang berupa angka tersebut sering kali digunakan sebagai acuan atau dasar dari sebuah perhitungan, baik itu perhitungan pernikahan, punya hajat, mendirikan rumah, atau lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat neptu di setiap rincian dina, pasaran, sasi, taun sebagai berikut.

Neptu Dina
Akad (minggu)   ::  neptu 5
Senen (senin)     ::  neptu 4
Selasa (selasa)   ::  neptu 3
Rebo (rabu)        ::  neptu 7
Kemis (kamis)    ::  neptu 8
Jumuah (jumat)  ::  neptu 6
Setu (sabtu)        ::  neptu 9

Neptu Pasaran
Kliwon       ::  neptu 8
Legi           ::  neptu 5
Pahing      ::  neptu 9
Pon           ::  neptu 7
Wage        ::  neptu 4

Neptu Sasi
Sura                    ::  neptu 7                     
Sapar                  ::  neptu 2
Rabingulawal     ::  neptu 3
Rabingulakir      ::  neptu 5
Jumadilawal      ::  neptu 6
Jumadilakir       ::  neptu 1
Rejeb                 ::  neptu 2
Ruwah               ::  neptu 4
Pasa                  ::  neptu 5
Sawal                ::  neptu 7
Dulkaidah         ::  neptu 1
Besar                 ::  neptu 3

Neptu Taun
Alip           ::  neptu 1
Ehe           ::  neptu 5
Jimawal   ::  neptu 3
Je             ::  neptu 7
Dal           ::  neptu 4
Be            ::  neptu 2
Wawu      ::  neptu 6
Jimakir   ::  neptu 3

Berdasarkan paparan tersebut tampak bahwa setiap hari, bulan, tahun memiliki nilainya masing-masing. Nilai-nilai yang berupa angka tersebutlah yang sering digunakan sebagai rumusan untuk melakukan kegiatan atau meramalkan nasib bagi Orang Jawa. Sebagai contoh, misalnya ketika akan meramalkan cocok atau tidaknya sepasang pengantin berdasarkan weton (hari kelahiran), pengantin pria lahir pada Jumat Kliwon (neptu 6 + 8 = 14, dibagi 9, sisa 5; pegantin wanita lahir pada Jumat Pahing (neptu 6 + 9 = 15, dibagi 9, sisa 6). Jadi 5 + 6 = 11 dalam perhitungan pernikahan artinya cepak rejekine atau lancar rejekinya. Contoh tersebut hanya sebagian kecil saja, sebab masih banyak lagi perhitungan-perhitungan lainnya. Perlu dimengerti pula bahwa orang Jawa sangat sering atau bisa dipastikan selalu melakukan perhitungan "hari baik "(petung dina) ketika akan melakukan kegiatan atau peristiwa penting.
Meskipun demikian, seiring berjalannya waktu kalender Jawa mulai tidak begitu digunakan oleh sebagian orang Jawa. Hal ini tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (1) masyarakat Jawa banyak yang tidak mengenal kalender Jawa; (2) penggunaan kalender Masehi yang digunakan oleh mayoritas masyarakat di Indonesia menutup ruang berkembangnya kalender Jawa; (3) Kalender Jawa dipandang sebagai kalender yang memiliki perhitungan yang lebih rumit jika dibandingkan dengan kalender Masehi, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mempelajarinya; (4) Kalender Jawa yang banyak perhitungan dipandang kurang sesuai dengan ajaran Islam, terlebih Islam sudah memiliki kalender sendiri. Beberapa alasan tersebutlah yang paling tidak mempengaruhi terhadap menurunnya eksistensi Kalender Jawa. Meskipun demikian, dalam realitanya masyarakat Jawa masih banyak yang menggunakan perhitungan kalender Jawa khususnya ketika akan melaksanakan perkawinan atau punya hajat. Menurut pengamatan saya, se-modern apapun tipe manusia Jawa, nyatanya hampir sebagian besar masih menggunakan perhitungan Jawa ketika akan melangsungkan perkawinan.
Terlepas dari percaya dan tidak percaya itu kembali lagi kepada keyakinan setiap individu masing-masing. Poin penting yang ingin saya sampaikan bahwa pada dasarnya kita (orang Jawa) wajib menjaga dan melestarikan pola perhitungan kalender Jawa sebagai aset kebudayaan yang memiliki nilai tinggi, sehingga jangan sampai ilmu pengetahuan yang sedemikian luar biasa ini kemudian hilang ditelan masa. Bagiamanapun juga untuk merumuskan kalender tersebut tentu bukan lah perkara yang mudah. Pada kesempatan yang lain, saya akan memaparkan tentang sejarah lahirnya kalender Jawa. Pada akhirnya, mari kita merenung dan mulai berbangga sebagai masyarakat Indonesia pada umumnya, serta masyarakat Jawa khususnya yang memiliki aneka kebudayaan yang sungguh luar biasa ini. Dan saya sangat yakin bahwa masih banyak pengetahuan-pengetahuan lainnya di luar (Jawa) sana di bumi nusantara ini.
Seperti biasa, saran, kritik, atau sanggahan saya persilahakan untuk memperbaiki informasi ini sehingga lebih akurat dan bermanfaat bagi banyak orang. Terimakasih.
Salam Budaya.

Referensi
Kitab Primbon; Betaljemur Adamakna. Soemodiddjojo Mahadewa, 2008. Yogyakarta.

Kamis, 09 Februari 2017

MENGENAL TOKOH GATUTKACA SATRIA DARI PRINGGADANI

(Penulis, Catur Nugroho)
Tokoh Gatutkaca merupakan salah satu figur yang cukup terkenal dalam dunia pertunjukan wayang kulit. Dia dikenal sebagai sosok kesatria yang kuat, tangguh, dan berjiwa mulia. Gatutkaca merupakan anak dari pasangan Bima dengan Arimbi. Gatutkaca adalah anak kedua dari tiga bersaudara, yaitu yang pertama Antareja, kedua Gatutkaca, dan ketiga Antasena. Gatutkaca memiliki banyak nama, antara lain: Tetuka, Purbaya, Kacabawana, Kacanagara, Guritna, dan Arimbatmaja.
Kisah kehebatan Gatutkaca sudah diawali sejak kelahirannya. Dia dilahirkan sebagai bayi yang kuat, hingga pusarnya saja sulit untuk dikethok (dipotong) dari bagian tubuhnya. Berbagai senjata digunakan untuk memotong pusar sang bayi, namun tidak ada yang berhasil. Barulah kemudian ada salah satu pusaka dari dewa yang berhasil dibawa oleh Permadi yaitu pusaka Warangka Kunta Wijayandanu yang kemudian berhasil memotong pusar tersebut. Akan tetapi, setalah terpotong justru pusaka warangka tersebut masuk menjadi satu ke tubuh bagian pusar sang Gatutkaca. 
Belum beranjak dewasa pun, Gatutkaca sudah diminta oleh para dewa untuk menjadi "jago" agar bersedia menyingkirkan seorang raja rasaksa bernama Prabu Kala Pracana dengan patihnya Sekipu. Karena waktu itu tetuka masih kecil, maka dia kemudian "dijedi" dilebur dalam kawah candradimuka bersama dengan senjata-senjata yang luar biasa hebatnya. Seketika setelah dilebur Gatutkaca pun menjadi dewasa dan sangat gagah. Akhirnya Gatutkaca berhasil membunuh Kala Pracana dan Patih Sekipu. Atas keberhasilannya, Gatutkaca memperoleh anugerah bahwa kelak akan dijadikan dewa meskipun dalam waktu yang tidak cukup lama.
Dalam perjalanan hidupnya, Gatutkaca dikisahkan sebagai figur yang sangat sakti, kuat, tangguh, dan selalu menang ketika perang. Saking kuatnya dia dijuluki otot kawat balung wesi, otot dari kawat dan tulangnya bagaikan besi. Salah satu keistimewaan yang dimiliki oleh Gatutkaca ialah kemampuannya terbang di angkasa. Kesaktian ini tidak lain oleh karena dia memiliki pakaian berupa Kotang Antrakusuma.
Gatutkaca ketika menginjak dewasa kemudian dinobatkan sebagai raja di kerajaan Pringgandani. Penobatannya sebagai raja pun sungguh rumit sebab pamannya Brajadhenta berniat merebut kedudukan singgasana tersebut, tetapi atas bantuan Brajamusthi akhirnya Gatutkaca berhasil ditetapkan juga sebagai raja. Diceritakan pula bahwa Gatutkaca kemudian menikah dengan Dewi Pregiwa.
Pada peristiwa perang Baratayuda, Gatutkaca diangkat sebagai senapati di pihak Pandawa. Dia berhadapan dengan Adipati Basukarna sebagai senapati di pihak Kurawa. Sungguh menyedihkan karena pada akhirnya Gatutkaca gugur di tangan Basukarna. Pusaka Kunta Wijayandadu milik Adipati Karna menembus ke bagian perut (pusar) Gatutkaca hingga kematian menjemputnya. Meskipun gugur di medan perang, Gatutkaca tetaplah dianggap sebagai pahlawan negara bagi kerajaan Amarta.
Demikianlah sekilas tentang deskripsi tokoh Gatutkaca, sekiranya dapat membantu bagi khalayak umum yang ingin mempelajari dan mengenal tentang tokoh-tokoh dalam wayang kulit purwa. Banyak kata dan penjelasan yang sekiranya kurang tepat silahkan disampaikan kepada penulis (Catur Nugroho) agar perbaikan segera dapat dilakukan sehingga informasi padat ini akan semakin akurat.Terimakasih. Salam Budaya.